Telaga sarangan adalah danau kecil yang juga biasa disebut telaga pasir. Sebuah telaga alam yang terletak di kaki Gunung Lawu, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Menurut penduduk setempat mereka sering menyebut Telaga Sarangan sebagai Telaga Pasir. Pulau yang ada di tengah telaga tersebut adalah tempat bersemayamnya roh leluhur pencipta Telaga Sarangan, yaitu Kyai Pasir dan Nyai pasir.
Telaga Sarangan terletak di lereng Gunung Lawu (3.265m) yang memiliki keindahan alam pegunungan nan elok. Telaga ini berjarak sekitar 16 kilometer dari arah barat kota Magetan dan sekitar 5 kilometer dari arah tawangmangu. Telaga ini juga mempunyai luas sekitar 30 hektar dan mempunyai kedalaman 28 meter.
Telaga Sarangan ini adalah objek wisata andalan di kota tersebut. Untuk lebih menikmati keindahan telaga tersebut, pengunjung juga bisa berkuda dan mengendarai kapal cepat berkeliling telaga sarangan tersebut.
Di Telaga Sarangan juga terdapat hidangan makanan khas yang dijajakan oleh penjual di sekitar telaga tersebut, yaitu sate kelinci. Sate ini biasanya di hidangkan dengan lontong dan sambal kacang. Satu porsi sate kelinci biasanya di hargai sekitar 7.000 -10.000. di sekitar telaga juga banyak kios-kios yang menjual hasil hasil home industri setempat yang mampu memproduksi kerajinan-kerajinan souvenir seperti kerajinan kulit, kerajinan sepatu dari kulit, kerajinan anyaman bambu, dll. Ada juga produk makanan khas seperti empeng mlinjo dan lempeng (krupuk puli yang terbuat dari nasi) yang di kenal dengan sebutan lempeng magetan.
Menurut penduduk setempat mereka sering menyebut Telaga Sarangan sebagai Telaga Pasir. Pulau yang ada di tengah telaga tersebut adalah tempat bersemayamnya roh leluhur pencipta Telaga Sarangan, yaitu Kyai Pasir dan Nyai pasir.
Bisa disebut sebagai Telaga Pasir karena menurut legenda hingga sampai detik ini masih dipercayai oleh masyarakat sekitar telaga tersebut bahwa terbentuknya telaga tersebut berasal dari cerita sepasang suami istri yang bernama Kyai Pasir dan Nyai Pasir.
Pasangan ini bertahun-tahun hidup berdampingan tetapi belum dikaruniai seorang anak pun. Lalu untuk mewujudkan agar pasangan ini mendapatkan keturunan, Kyai dan Nyai Pasir bersemedi dan memohon kepada Sang Hyang Widhi.
Setelah mereka melakukan semedinya itu akhirmya mereka pun mendapatkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Joko Lelung. Agar keluarga itu bisa mencukupi kebutuhan hidupnya, sehari-hari mereka bercocok tanam dan berburu. Karena menurut mereka pekerjaan yang di kerjakan itu sangatlah berat, maka pasangan ini memutuskan untuk bersemedi lagi untuk memohon kesehatan dan panjang umur kepada Sang Hyang Widhi.
Dalam semedinya kali itu, pasangan suami tersebut mendapatkan wasiat agar keinginannya bisa terwujud, pasangan ini harus dapat menemukan dan memakan telur yang ada didekat ladang mereka. Akhirnya pasangan suami istri itu berhasil menemukan telur itu dan langsung di bawa pulang dan memasaknya. Lalu telur yang sudah matang itu dibagi untuk keduanya. setelah memakannya pasangan itu merasakan panas dan gatal di seluruh tubuhnya setelah ia pergi ke ladangnya. Pasangan suami itu terus menggaruk tubuhnya yang terasa gatal hingga menimbulkan luka lecet di seluruh tubuh mereka. Lama kelamaan keduanya berubah menjadi ular naga yang sangat besar. Lalu kedua ular tersebut berguling-guling di pasir sehingga menimbulkan cekungan yang kemudian mengeluarkan air yang sangat deras dan menggenamgi cekungan yang di buat oleh ular naga tersebut. Akhirnya pasangan tersebut menyadari kemampuan yang mereka miliki, mereka berniat untuk membuat cekungan yang banyak untuk menenggelamkan Gunung Lawu. Mengetahui kedua orang tuanya tiba-tiba berubah menjadi naga dan memiliki niat yang buruk, maka anaknya yaitu Joko Lelung pun juga bersemedi memohon agar niat kedua orang tuanya tersebut dapat digagalkan, dan semedi Joko Lelung pun diterima oleh Hyang Widhi. Saat keduan orang tuanya sedang berguling-guling membuat cekungan baru, lalu timbul wahyu kesadaran agar Kyai dan Nyai Pasir mengurungkan niat mereka untuk menenggelamkan Gunung Lawu.