Menelusuri Tempat Mencari Bahan Batu Akik Berkualitas sampai kepelosok daerah karena saking lagi banyaknya orang yang menggandrungi batu akik membuat kami pun tidak ingin ketinggalan jaman untuk memiliki batu yang bisa mengeluarkan Energi tersendiri dari masing – masing jenis dan warnanya tersebut bahkan bagi orang – orang yang mempercayai akan adanya sosok khodam yang berdiam di dalam fisik batu akik sangat begitu mengidamkan untuk memilikinya yang tentunya sesuai dengan kebutuhan mereka.
Tetapi untuk hal ini kami lebih senang untuk mencari dan membuatnya sendiri dari pada membeli batu – batu akik yang sudah jadi karena dengan hasil buatan sendiri hasilnya pun akan lebih memuaskan, nah untuk itu kami pun rela meluangkan waktu untuk mencari batu akik di daerah Sungai Seribu Purwakarta karena menurut pengalaman beberapa sohib yang pernah melakukan Adventur dan kebetulan rutenya melewati aliran Sungai Seribu menurut mereka di sana banyak sekali batu – batu bagus yang dapat di jadikan batu cincin.
Dan menurut mereka mungkin saja kualitas batu – batu kali tersebut tidak akan kalah jika di bandingkan dengan batu bongkahan yang berasal dari Bungbulang dan Banten bahkan Batu Zamrud yang berasal dari Kalimantan Sekali pun, “hmmm... semoga saja soalnya batu yang berasal dari Aceh pun ada yang kesohor dengan sebutan Batu Sungai Dareh, itu kan dari sungai juga” seloroh seorang teman.
Hitung – hitung sambil mencari pengalaman baru sambil menikmati alam pedesaan pagi – pagi kami meluncur memacu sepeda motor menuju daerah Sadang Purwakarta lalu mengambil arah ke Subang setelah melewati wilayah Campaka kami belok kanan menuju arah Cibatu “tuh kan namanya juga Cibatu pasti banyak batunya” gurau kang Epin.
Eh... tunggu dulu jangan main tancap gas saja kita kan belum tahu Sungai Seribu itu ada di daerah mana...? tenang aja kami sudah di beri tahu arah rutenya sama teman – teman yang pernah kesana, begitulah kutipan obrolan teman – teman di sela perjalanan kami.
Di sepanjang jalan Cibatu menuju arah arah Gurudug kami di sajikan nuansa alam pedesaan yang sungguh asri dengan lingkungannya yang bersih, jalannya bagus dan taman – taman di pekarangan rumah penduduk terlihat daunnya melambai – lambai di hembus semilir angin seakan menghiasi perjalanan kami saat itu, kami pun terus melaju dengan di padu keindahan sawah – sawah dan kebun – kebun pertanian kemudian hutan dengan di bentengi tebing – tebing yang tinggi dan sisi jalan dengan jurang yang dalam membuat pemandangan yang berada di bawahnya begitu nyata terlihat, hembusan angin sepoy – sepoy dengan sinar mentari yang terasa teduh membuat betah dalam menikmati perjalanan di alam pedesaan di sekitar sini.
Setelah beberapa puluh menit menyusuri jalan dari arah Cibatu akhirnya kami sampai di jembatan yang menghubungkan jalan ke Desa Gurudug, di bawah jembatan tersebut mengalir sungai Ciherang yang sangat besar, volume airnya tidak begitu banyak namun lumayan cukup deras, nah yang membuat kami seakan terpesona di bawah sungai tersebut banyak sekali terhampar batu – batu kali mulai dari ukuran yang besar hingga yang terkecil sekalipun.
Kang Epin pun memulai percakapan “tetapi ini kan bukan sungai seribu yang sedang kita cari”, “ya sudah kita tanyakan saja pada warga” jawabku. Hitung – hitung sambil mendinginkan mesin sepeda motor kami pun menuju sebuah warung yang kebetulan lagi banyak warga yang lagi sekedar main dan ngobrol – ngobrol saja, sambil menikmati jajanan yang di jual di warung tersebut kami pun berbincang dengan warga sekitar yang kelihatannya sangat ramah – ramah namun setelah kami menanyakan lokasi Sungai Seribu tidak satu pun dari warga yang berada di warung itu mengetahuinya “Sungai Seribu saja tidak tahu apalagi Sungai Sejuta” gurau Kang Ko’an sambil mengakrabkan diri, gelak tawa pun tidak terelakan ketawa kami juga mereka lepas seakan kami ini bukan orang asing yang hanya numpang lewat saja di hadapan mereka.
Karena tidak tahu jalan mana yang harus di tempuh untuk menuju sungai seribu maka kami pun sepakat untuk mencari batu akik di Sungai Ciherang saja, jujur ini merupaka pengalaman pertama kami singgah di daerah ini dan uniknya di daerah ini pula pertama kali saya menemukan adanya batu – batu yang umurnya masih muda mungkin saja batu – batu ini sedang melakukan proses pembentukan batu karena ketika saya mengambil satu batu yang tergelatak dari dalam air yang kelihatannya bagus tetapi ketika saya angkat batu itu sangat lemes dan lembek sekali seperti tanah liat.
Batu – batu kali yang akan kami jadikan cincin batu akik lumayan banyak namun sayang batu – batu kali yang bisa di jadikan bahan batu cincin dari sungai ini masih pada muda yang kekerasannya belum layak untuk di jadikan batu cincin, tetapi sebagai kenang – kenangan bahwa kami telah sampai ke daerah gurudug ini kami pun sempat mengantongi beberapa batu seukuran jempol kaki yang kelihatannya bagus, kami pun sempat nge “Jepret” juga aktivitas kami di sungai ini.
Sambil duduk untuk bersiap menyantap makan siang di atas batu besar yang terdapat di tengah sungai itu kang Ko’an pun berseloroh “tidak dapat bahan batu pun tidak apa – apa yang penting kita bisa menikmati makanan disini“ sambil mengeluarkan nasi timbel miliknya.
Memang tujuan kami melancong ke tempat ini sebetulnya bukan semata – mata ingin mencari bahan batu cincin saja tetapi tujuan utamanya ingin menikmati keindahan alam semesta yang telah di ciptakan tuhan untuk kita jaga dan kita lestarikan agar keindahannya dapat kita nikmati bersama, dan di tempat ini juga kami merasakan itu semua dengan udara pegunungannya yang sejuk hingga masyarakatnya yang ramah tamah dan budayanya yang tetap terjaga membuat semuanya terasa lengkap.
Setelah makan siang perjalanan di lanjutkan ke arah wanayasa melalui Jalan Terusan Kapten Halim, sengaja kami memilih rute ini dengan tujuan agar cepat sampai tetapi setelah menacap gas lama – kelamaaan jalannya makin rusak saja bahkan setelah melewati lapangan sepak bola medan jalannya lumayan makin berat juga sedangkan untuk sampai di jalan raya daerah Ranca Darah saja jarak yang mesti kami tempuh sekitar kurang lebih 8 Km dan sejauh delapan kilo meter tersebut jalanan yang harus dilalui semuanya terdapat batu – batu terjal yang sangat sulit di lewati sampai – sampai kami pun harus beristirahat beberapa kali bahkan menariknya di sini kami hanya berpapasan haya dengan seorang nenek tua yang habis mencari kayu bakar saja, itu pun ketika masih dekat dengan perkampungan penduduk.
namun di sepanjang jalan yang di kiri - kanannya adalah merupakan hutan jati itu kami pun di suguhi oleh kicauan suara burung – burung hutan yang bernyanyi sambil berkejaran satu sama lainnya seakan mereka itu sedang memainkan musik alam khas mereka.
Setelah sampai di jalan Ranca Darah perjalanan di lanjutkan ke arah timur yaitu Wanayasa dan santai sejenak di pinggir Situ Wanayasa berhubung waktu itu sayup – sayup terdengar kumandang adzan dzuhur maka kami pun bergegas mencari mesjid terdekat untuk menunaikan ibadah shalat dzuhur. Setelah melaksanakan shalat dzuhur kang Epin pun membuka obrolan “Nah... kemana lagi nih kita sekarang kalo udah sampai disini”, “sudah tanggung bagaimana kalau kita ke Curug Cipurut siapa tahu dapat Batu Panca Warna” kata kang Ko’an yang di amini oleh semua, he... he... pikirannya sudah mulai ke batu lagi tuh.
Tibalah kami di Curug Cipurut Wanayasa, namun di sini sekarang telah banyak yang berubah maksudnya bukan berubah curugnya tapi arah jalan menuju Curug Cipurut sekarang sudah sangat bagus bahkan jika kita mau menggunakan sepeda motor sampai ke curug pun sekarang sudah bisa sampai – sampai jalan gang di area pemukiman penduduk pun sekarang sudah di beton dan di aspal pokoknya keren banget deh.
Rencananya kami mau naik ke Curug 7 namun karena waktu yang sudah tidak memungkinkan takut kemalaman di jalan maka kami Cuma main – main di air terjun saja, oh ya memangnya Air Terjun Cipurut itu ada berapa kok mau naik ke curug tujuh segala, dengar – dengar sih bahwa ternyata Curug yang paling tinggi itu Curug yang pertama dan untuk menuju Curug tersebut kita harus menaiki tebing yang tinggi dulu lalu menyusuri sungai, tetapi hal itu sebaiknya jangan dilakukan karena sangat berbahaya.
Itulah sekilas perjalanan kami ketika menelusuri Tempat Mencari Bahan Batu Akik Berkualitas yang terdapat di Daerah Purwakarta tetapi intinya seperti yang telah di sebutkan di atas tujuan kami adalah ingin menikmati keindahan alam Indonesia yang sungguh Indah.