Sebuah teori baru kembali diungkapkan oleh pakar penerbangan terkait hilangnya pesawat Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH370 pada Maret lalu.
Menurut teori baru itu, ruang kabin dan kokpit MH370 kemungkinan dipenuhi oleh gas karbon monoksida akibat terbakarnya baterai lithium-ion yang diangkut oleh pesawat, sebelum akhirnya jatuh ke Samudera Hindia Selatan.
Pilot Amerika Serikat dan teknisi penerbangan Bruce Robertson mengklaim bahwa baterai lithium-ion yang bersifat mudah terbakar yang diangkut di bagian kargo pesawat adalah kunci penyebab terjadinya bencana yang menimpa MH370.
Dia menegaskan baterai diduga memicu kebakaran pesawat dan seluruh isi kabin menghirup gas beracun yang keluar darinya.
Hal ini menyebabkan kopilot Fariq Abdul Hamid berputar-putar sambil terbang rendah untuk melakukan pendaratan darurat.
Tapi karena Hamid menghirup gas beracun, ia mengalihkan kendali pesawat ke mode autopilot selama beberapa jam sebelum menghempas ke Samudera Hindia Selatan.
Ia juga mengklaim tim pencari yang dipimpin oleh Australia, telah mencari ke arah yang salah dari Samudera Hindia. Pesawat MH370 sebenarnya jatuh di bagian barat dari kota Exmouth di Australia Barat.
"Pesawat jatuh di Samudera Hindia Selatan di sebelah barat dari Plateau Zenith dan Exmouth, Australia. Lokasi tersebut terletak di sekitar 21 derajat selatan dan 103 derajat timur," kata Robertson dikutip Dream dari laman Daily Mail, Selasa 30 Juni 2015.
Robertson mendasarkan teorinya pada fakta yang diungkap pejabat Malaysia Airlines pada tahun lalu bahwa penerbangan MH370 memuat baterai lithium-ion yang mudah terbakar.
Baterai lithium-ion adalah piranti yang biasa dipakai di laptop dan telepon genggam. Sejumlah kejadian kebakaran di dalam pesawat yang mengakibatkan jatuhnya pesawat telah dikaitkan dengan baterai jenis ini dalam beberapa tahun terakhir.