Nusa Tenggara Barat memiliki keindahan yang tak kalah bagusnya dengan Bali. Lokasinya pun sangat dekat dengan Pulau Dewata. Namun, untuk jumlah wisatawan, Lombok masih kalah jauh dengan Bali.
Kini, pemerintah sedang berupaya mengembangkan destinasi pariwisata di kawasan Nusa Tenggara Barat karena dianggap memiliki potensi.
Daerah yang disasar adalah Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. Sejak tahun 2014 lalu, kawasan ini memiliki status Kawasan Ekonomi Khusus untuk industri agro dan industri ekowisata.
Atas potensi besar yang dimiliki KEK Mandalika ini, Presiden Joko Widodo menyuntikkan dana sebesar Rp 1,8 triliun mulai tahun depan. Mandalika dianggap sebagai kawasan yang paling sesuai untuk pengembangan pariwisata di Nusa Tenggara Barat.
Berbicara tentang kawasan Mandalika, tak pas rasanya jika tidak membicarakan pantai-pantai di sekitarnya. Beberapa pantai dengan pesona khasnya adalah Pantai Kuta dan Pantai Tanjung Aan.
Pantai Kuta, tempat bersejarah Putri Mandalika
Pantai Kuta terletak di wilayah selatan Pulau Lombok. Pantai ini memiliki hamparan pasir putih nan halus.
Lokasi pantai ini juga dikelilingi oleh perbukitan. Salah satu bukitnya bernama Bukit Mandalika. Konon, nama ini diambil dari nama seorang putri raja yang meregang nyawa di kawasan ini.
Berdasarkan cerita rakyat yang beredar, putri cantik bernama Mandalika itu menjadi incaran banyak pangeran. Bagaimana tidak, selain memiliki paras yang rupawan, ia juga cerdas, ramah, serta sopan.
Tak heran jika banyak pangeran datang dari segala penjuru untuk melamarnya. Anehnya, Putri Mandalika selalu menerima setiap pinangan yang ditujukan padanya.
Akhirnya, untuk memperebutkan cinta sang putri mereka pun sepakat menggelar peperangan. Yang menang adalah yang berhak bersanding dengan sang putri di pelaminan.
Mendengar kekisruhan ini, ayahanda dari Putri Mandalika mempertanyakan kondisi ini pada anaknya. Ia tidak mau terjadi peperangan karena kerajaan mereka sebelumnya adalah kerajaan yang makmur dan damai.
Mandalika pun meminta izin pada ayahnya untuk menyelesaikan masalah ini. Menyetujui permintaan Mandalika, sang ayah pun membiarkan putrinya mengatasi kekisruhan ini.
Sang putri berpikir, jika ia memilih salah satu dari pangeran tersebut, perselisihan pun akan tetap terjadi. Ia berpikir akan banyak pangeran yang kecewa dan tidak terima akan keputusannya.
Cukup lama Putri Mandalika berpikir, bahkan sampai melakukan semedi dan akhirnya mendapatkan wangsit. Ia mendapat wangsit untuk mengumpulkan pangeran pada tanggal 20 bulan 10 penanggalan Sasak. Semua pangeran yang hadir pun diharuskan membawa rakyatnya masing-masing. Mereka diminta untuk berkumpul di Pantai Kuta.
Semua pihak tidak sabar mendengarkan keputusan Mandalika. Sampai tiba pada harinya, Pantai Kuta disesakki oleh lautan manusia. Mereka penasaran dengan keputusan sang putri yang akan memilih seorang pangeran untuk mendampinginya.
Putri Mandalika berjalan menuju sebuah bongkahan batu dan memandang seluruh hadirin. Ia pun mulai berbicara pada semua orang setelah sebelumnya ia tak mengatakan apapun.
"Wahai ayahanda dan ibunda serta semua pangeran dan rakyat negeri Tonjang Beru yang aku cintai! Setelah aku pikirkan dengan matang, aku memutuskan bahwa diriku untuk kalian semua. Aku tidak dapat memilih satu di antara banyak pangeran. Diriku telah ditakdirkan menjadi nyale yang dapat kalian nikmati bersama pada bulan dan tanggal saat munculnya nyale di permukaan laut.”
Setelah menyampaikan pesannya, Mandalika langsung melompat ke laut. Melihat kejadian itu semua orang pun panik dan histeris. Mereka berusaha menemukan Mandalika kembali namun ia sudah hilang ditelan gelombang.
Tak lama setelah Mandalika menghilang tiba-tiba muncul binatang kecil yang jumlahnya sangat banyak dari dasar laut. Binatang itu berbentuk cacing laut dengan warna yang sangat indah, berupa perpaduan warna putih, hitam, hijau, kuning dan cokelat. Binatang itu disebut dengan nyale.
Orang-orang pun meyakini binatang itu sebagai jelmaan Putri Mandalika. Dan akhirnya mereka mengambil binatang itu sebanyak-banyaknya sebagai tanda cinta pada Mandalika.
Cerita ini pun menjadi asal mula terciptanya upacara atau pesta Bau Nyale (menangkap cacing) yang dilakukan oleh masyarakat Suku Sasak. Sampai saat ini upacara itu pun masih berlangsung antara bulan Februari dan Maret.